Sabtu, 22 September 2007

“Tionghoa: DIALEKTIKA SEBUAH ETNIS”

Keputusan Presiden(Keppres) No 6/2000 tentang pencabutan Instruksi Presiden (Inpres) no.14/1967 telah membawa eforia kebebasan mengekspresikan diri dari warga Tionghoa. Aktualisasi simbol-simbol etnis mewarnai perubahan dalam masyarakat Indonesia sekarang ini sehingga sangat menarik dikemukakan sebagai gambaran dinamika sosial yang terjadi dalam hubungan antar etnis.

Bagi sebagian masyarakat keturunan Toinghoa, Keppres ini seolah-olah menjadi titik balik yang menentukan bagi kembalinya hak-hak budaya etnis Tionghoa. Dengan begitu perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina yang dulu dibelenggu lewat Inpres No 14/1967 kini bisa dirayakan di mana-mana. Langkah ini kemudian diperkuat oleh pemerintah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 13 tahun 2001 yang menetapkan Hari Raya dan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif, membolehkan libur bagi pengajar dan pegawai etnis Tionghoa yang sedang merayakan Imlek.

Perubahan ini tidak boleh disalahartikan menjadi proses “pengtionghoaan” kembali warga keturunan Tionghoa di Indonesia tetapi hendaknya dipandang ke arah demokratisasi.


Sumber : Kompas Rabu, 14-03-2001

Tidak ada komentar: