Sabtu, 22 September 2007

Oh...Klanceng

DIBANDING harga madu lebah lain, madu lebah klanceng/lanceng (Apis florea) harganya jauh lebih mahal. Namun demikian, madu hasil produksi lebah yang tidak bersengat itu tetap diburu para penggemarnya.

Hal itu terbukti antara lain madu yang dihasilkan peternak di Dukuh Andong Utara, Desa Ngembal, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Kawasan ini berada di bagian bawah wilayah Nongkojajar, sebuah dataran tinggi yang sejuk. Di tempat yang cukup tinggi itu terdapat 23 peternak klanceng dengan jumlah koloni sekitar 1.200 buah.

Setiap koloni klanceng menghasilkan 1–2 kilogram madu per tahun, atau 2-3 botol ukuran 630 mililiter (ml). Tiap botolnya dijual peternak seharga Rp 30.000 dan di toko-toko umum atau koperasi harganya meningkat menjadi paling murah Rp 50.000 per botol.

Padahal, madu hasil lebah lokal (Apis cerana) atau lebah impor (Apis mellifera) untuk ukuran botol yang sama paling tinggi harganya hanya sekitar Rp 20.000 per botol. Ini pun sudah dalam kemasan yang baik dan dipajang di toko-toko atau pasar swalayan.

Menurut informasi pihak Dinas Kehutanan maupun Perhutani, di Jawa Timur saat ini sudah jarang ditemukan lebah hutan (Apis dorsata) karena hutan-hutan yang memenuhi syarat untuk kehidupannya sudah nyaris habis. Hanya sebagian daerah di Banyuwangi, Jember, dan Ponorogo bagian selatan masih ditemukan beberapa koloni lebah ini, namun madunya jarang bisa diambil penduduk.

Karena itu, monitoring dan evaluasi perlebahan yang dilakukan Departemen Kehutanan tahun 2002 hanya meliputi lebah lokal dan lebah impor.

Bahwa lebah klanceng juga tidak direkam kegiatannya oleh Departemen Kehutanan itu mungkin tak diketahui. Sebab lebah klanceng dikenal luas tidak bisa diternakkan, dan jumlahnya pun sangat kecil.

Oleh karena itu, lebah dengan ukuran fisik terkecil ini bisa dikatakan termasuk dalam kategori setengah langka, meskipun di daerah Tutur jumlahnya cukup banyak. Itu pun atas inisiatif dan jerih payah penduduk sendiri tanpa arahan atau binaan dari pemerintah.

Beberapa peternak yang tergabung dalam Kelompok Tani Lebah Madu "Klanceng Medun Jaya" di Kecamatan Tutur itu menyatakan, memang belum pernah dibina instansi mana pun juga, meskipun pada papan namanya tercantum sebagai binaan Dinas Perkebunan dan Universitas Airlangga Surabaya. "Bantuan dana atau penyuluhan belum pernah ada," ujar seorang peternak.
PENGAKUAN beberapa peternak tersebut juga dibenarkan Ketua Kelompoknya, Tarsai (45), yang memiliki 50 kotak klanceng. Peternak Kamid yang memiliki 60 koloni pun mengaku, selama ini kegiatan peternakan klanceng di situ bisa berjalan berkat adanya kerja sama dan tukar pengalaman di antara anggota kelompoknya. "Pak Yunus yang beberapa kali kemari dan memberi nasihat," ujar Tarsai.

Yang dimaksud dengan Pak Yunus adalah Ir Mochammad Junus MS, dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang yang menekuni perlebahan. Lulusan S-2 bidang Ilmu Ternak IPB Bogor ini juga sebagai konseptor masterplan perlebahan Jawa Timur bersama Departemen Kehutanan Jakarta.
"Saya hanya melakukan pengamatan dan memberikan beberapa nasihat yang bisa digunakan para peternak," kata Mochammad Junus ketika dihubungi. Ditambahkan, pihaknya juga pernah diminta bantuannya oleh TVRI Surabaya untuk meliput peternakan lebah klanceng tersebut.
Sesuai penuturan beberapa peternak, Junus membenarkan, penduduk mencari bibit klanceng di hutan-hutan sekitar tempat tinggalnya. Beberapa peternak juga sudah mahir memperbanyak koloni dengan memecah koloni yang sudah besar.
"Mereka tahu persis larva calon ratunya, bagaimana bentuk kotak yang digemari klanceng, dan bagaimana menaruh kotak itu di tempat yang strategis," ujarnya.
Pengamatan di lokasi peternakan itu menunjukkan kotak-kotak klanceng yang dibuat dari potongan bambu, potongan kayu yang dilubangi, atau akar pohon yang besar dan berlubang. Semuanya dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan lubang-lubang alamiah kayu/bambu di hutan yang disukai lebah klanceng.

Untuk pengambilan madunya, peternak masih mengalami kesulitan dan belum menemukan cara yang praktis serta higienis. Kebiasaan peternak memilih sisir yang berisi madu lalu dikeluarkan dengan cara memeras. Dengan demikian, sebagian larva ada yang mati dan madu masih tercampur sedikit malam maupun tepung sari sehingga terlihat kurang bersih.
Menurut pengamatan Junus, lebah klanceng lebih banyak menggunakan pepohonan sebagai sumber pakannya (69,2 persen). Sedangkan bagi lebah bersengat (cerana, mellifera, dorsata), pepohonan hanya merupakan 37,8 persen sumber pakannya.

Jika lebah bersengat untuk membela diri menggunakan sengatnya, klanceng hanya menggunakan cairan perekat (semacam lem) sebagai senjatanya. Sasaran perekat itu adalah mata orang yang mengganggunya.

MENGAPA madu klanceng harganya mahal? Konsumen pada umumnya meyakini bahwa kualitasnya, terutama fruktosa dan glukosanya lebih baik dibanding madu lebah lain. Faktor kedua, jumlah produksinya masih sangat sedikit, baik secara keseluruhan maupun produksi per koloni.

Sebagai bandingan, Apis mellifera mampu menghasilkan sekitar 10 kilogram madu per koloni tiap tahun, sementara Apis florea hanya 1–2 kilogram per koloni tiap tahun.
Bagi mereka yang belum lihai membedakan madu, memang sulit membedakan madu klanceng dengan madu lebah lain. Baik tentang warna, kekentalan, maupun rasanya. Bahkan, juga sulit membedakan "madu gula" dengan "madu asli". Madu gula adalah madu lebah yang dihasilkan karena diberi makan gula/tetes, sedangkan madu asli dihasilkan oleh lebah yang mencari makan pada bunga-bunga dan tetumbuhan.

Di pasaran kita juga sering menemukan madu kopi, madu karet, madu lengkeng, madu rambutan, atau madu mixflower, dan sebagainya. Pembedaan itu berdasarkan jenis bunga yang diisap lebah, dan masing-masing jenis memiliki kelebihan maupun kekurangannya. Mahal-murahnya harga tidak selalu berhubungan dengan khasiatnya, tetapi lebih sering ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.

Bahwa madu mempunyai berbagai khasiat untuk kesehatan manusia, antara lain tercantum dalam Kitab Suci Weda yang kurang lebih menyatakan: "Hidup manusia akan diperpanjang dan diawetkan jika dalam makanannya sehari-hari selalu ada madu…..," (Kompas, 15 November 1988). Dan rasanya tidak ada jeleknya kita mulai mengenal madu, apalagi mengonsumsinya secara rutin.



(Sumber : KOMPAS Senin, 07 April 2003. Oleh : JA NOERTJAHYO)

Tidak ada komentar: